Aku Mati dan Hidup Berkali-Kali

Obituari Rasa/1

Telah mati sebuah rasa yang

sempat tumbuh karena dipupuk

dengan percaya-percaya.

Rasa itu memilih senja sebagai

waktunya untuk berpulang.


Sebab tak ingin dia memahat

kenangan buruk pada malam.

Pun kematiannya memang

menyerupa senja.


Ditunggu untuk—ditangisi,

katanya—dan di(ter)lupakan.

#catatanina, April 2024


Obituari Rasa /2

Rasa: "Tak perlu diedarkan berita

kematian ini, biarlah lesap

bersama air mataku yang

telah mengering; dan

menjadi kerak-kerak di pipi."


"Malam harus tetap meraya

bahagia, meski bersama sinar

-sinar lain; lampu-lampu kota

dan atau bola mata si dia."

#catatanina, April 2024


(Bukan) Menuju Rumahku

Rumah mana yang kau tuju?

Arahmu tak tentu, pun

langkah kakimu pendek-pendek sekali.

Kapantah kau akan sampai?


Rumah mana yang kau tuju?

Tak kulihat kau atau bahkan

lengkung sabitmu muncul di

ujung jalan berbatu itu. Padahal,

aku t'lah menunggu di depan pintu.


Kubuka lebar-lebar daunnya,

kusiapkan segelas teh tawar—

sebagai obat lelahmu—di

atas meja teras rumah.


Rumah mana yang kau tuju?

Dinginnya teh pun menjadi

jawaban untukku; kau berjalan

menuju rumah yang bukan aku.

#catatanina, April 2024


Tanpa Judul/1

Kau tahu, debar-debar

di dadamu itu bukan lagi cinta.

Adalah mereka jelmaan

marah dan kecewa.


Lalu, sampai kapan kau

biarkan kuasa berada

di tangan mereka?

Sementara kau, remuk redam

diremas jari-jari penyesalan.

#catatanina, April 2024


Tanpa Judul/2

Kau tahu?

Ruangan ini tidaklah

sehat sebenarnya;

panas dan pengap.

Entah salahnya di mana

Jendela ada, pun ventilasi

Aku terlambat menyadari;

telanjur tak bernapas lagi.


Sayangnya, ini bukan

tentang ruangan.

#catatanina, April 2024


Perkabungan Mati Rasa 

Aku berkabung atas matinya

rasa percaya di dirimu.

Lagi, aku berkabung atas matinya

rasa percaya di dirimu.

Lagi dan lagi, aku berkabung, tetapi

kali ini atas matinya hatimu.


Pun, aku bersuka cita

Kulihat, kau tak lagi meringis

meski semut-semut mengerubungi.

Sebab katamu, "Apatah artinya

gigitan makhluk kecil itu dibanding

hujaman belati yang ditancapkan

berkali-kali oleh orang terkasih?"

#catatanina, Mei 2024

Posting Komentar

27 Komentar

  1. Diadakan sayembara aja ngga? untuk mengisi beberapa judul kosong paling bawah, hihiiii...
    Saking terbawa perasaan pas baca bait demi bait, aku sampe pasang earphone supaya ngga terdidtraksi sama suara lain. Supaya fokus... dan hasilnya aku terinspirasi untuk bikin puisi lagi :)
    Makasi ya, Ki... sudah menginspirasi, hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mending sayembara calon jodoh enggak, sih, Kak? 😂 Terima kasih kembali, Kak Suci. 🌻✨️

      Hapus
  2. Pas udah baca sampai setengahnya, sebagian pikiranku bermonolog, kira2 nanti komenku bentuknya komen atau kubalas puisi juga ya? Wkkkk

    Trus sebagian pikiranku lagi pas liat 'April 2024', "Ini nulisnya kira2 sekalian atau dikumpulin satu judul satu judul ya? 😅

    Pas udah selesai baca, kesimpulanku, ini puisinya hasil kelola dan penyaluran energi negatif penulisnya kayaknya. Iya gak sih? 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe. Tenkyuu udah dibaca, Kak. Sebagian iya, sebagian dibuat dalam kondisi bahagia. Wkwkwk.

      Hapus
  3. Membaca puisi seperti membaca kesunyian, kehidupan dan kematian laksana sebuah proses yang indah namun menyakitkan. Perjalanan hati yang bermula dengan obituari hingga menjadi kerak mimpi, pergi bersama di jalan-jalan tanpa nama.
    Apakah puisi hari ini begitu sepi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kiranya begitu, Kak Kin. Ada banyak kealpaan di dalam puisi. Salah satunya, rasa kasih.

      Hapus
  4. terlarut dalam rangkaian puisinya...

    BalasHapus
  5. Untuk kamu yang tersenyum saat terluka,
    yang menyembunyikan rasa sakit di balik tawa,
    yang berpura-pura tegar menampakkan wajah,
    saya mau kasih tau ke kamu.
    Kamu berhak BAHAGIA.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kita rayakan bersama-sama, hidup dan mati ini, ya, Kak(?) 🫶🏻

      Hapus
  6. aku engap aku kira sedang berada di ruangan bersamamu
    ternyata habis mukbang kancing celana ku lupa kubuka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mukbang apa? Tela-tela Kyokue! 👍🏻

      Hapus
  7. Puisinya bagus kaak. Apakah sedang galau?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada yang ditulis dalam keadaan galau, ada pula yang ditulis saat diri bahagia. Soalnya ini niatnya dikirim ke media massa, tapi kepercayaan diri belum ada (lagi), Kak. 😂

      Hapus
  8. Paling suka dengerin obituari ketika proses pemakaman. Orang terdekat berlomba bersaksi tentang perjalanan hidup dan kesan baik tentang almarhum/ah. Sejatinya hidup di tiap momen perlu dirayakan karena semuanya sementara.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semua kita rayakan, ya, Kak. Ayo, hidup lebih lama. 🌻✨️

      Hapus
  9. Sekali ini di sajikan puisi. Awak mau balas, tp msh kurang diksi 😁. nice poetry ki 👍

    BalasHapus
  10. "Apatah artinya

    gigitan makhluk kecil itu dibanding

    hujaman belati yang ditancapkan

    berkali-kali oleh orang terkasih?"

    Bagian paling sakit kayaknya. Dan lebih membekas dari gigitan semut. Keren bangettt.

    BalasHapus
  11. "Dinginnya teh pun menjadi
    jawaban untukku; kau berjalan
    menuju rumah yang bukan aku."

    "Kau tahu, debar-debar
    di dadamu itu bukan lagi cinta.
    Adalah mereka jelmaan
    marah dan kecewa."

    Benar kata orang, patah hati bisa membuat seseorang menghasilkan sebuah karya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwkwk. Patah hatinya, Kak. (Baca pakai nada nande-nande pajak). Seribu satu, bisa buat karya beribu-ribu. 😂😂😂

      Hapus
  12. Puisinya bagus iki.
    Kakak juga kadang suka buat-buat puisi, tapi ntah kenapa bisanya kalau pas lagi galau aja hahaha.

    Iki pas buat puisi ini, perasaanya lagi galau juga atau sedang bahagia?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada yang ditulis dalam keadaan galau, ada pula yang ditulis saat diri bahagia. Soalnya ini niatnya dikirim ke media massa, tapi kepercayaan diri Iki belum ada (lagi), Kak. 😂

      Hapus
  13. Perkabungan mati rasa.
    Aku pernah merasakannya berkali².

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangat, Kak. Apa pun itu, tetap harus kita rayakan. Hidup atau mati.

      Hapus
  14. "Ruangan ini tidaklah
    sehat sebenarnya;
    panas dan pengap.
    Entah salahnya di mana
    Jendela ada, pun ventilasi
    Aku terlambat menyadari;
    telanjur tak bernapas lagi"

    Aku terhenyak ketika membaca bagian 'terlanjur tak bernafas lagi'
    Membayangkan aku ngomong sama diri sendiri, dibalik kain putih.

    BalasHapus