Jadi, waktu itu lagi pelajaran Sejarah sama Bunda Ernita. Eh, tiba-tiba datang si abang tukang antar galon air. Diletaknyalah beberapa galon di depan pintu kelas. Karena enggak ada yang peka buat memindahkan galon itu ke dalam, aku yang—sok—merasa kuat ini, ya, berusaha memindahkannya, dong. Tenang, aku enggak lupa, kok, untuk izin dulu ke Bunda.
Tiba-tiba galonnya terjatuh dan pecah. Airnya tumpah ke mana-mana. Hebohlah satu kelas mengerubungiku yang masih kaget sama kejadian itu. Bunda pun ikutan melihatku. Ada juga yang langsung inisiatif mengambil pel dan menhentikan tumpahan airnya.
Lalu, aku? Dengan rasa yang bercampur aduk, aku malah duduk dan menyembunyikan mukaku dengan kedua tangan di atas meja. Enggak menangis, cuma malu dan enggak habis pikir. Padahal, di rumah udah sering banget angkat galon air bahkan dengan jarak yang lebih jauh.
Setelah kejadian itu, aku sedikit trauma untuk angkat galon. Hampir sebulan enggak mau mengangkat galon, walaupun di rumah. Untunglah—Indonesia banget, ya, selalu ada untungnya—kejadiannya saat jam pelajaran, kalau saat jam istirahat, pasti lebih malu lagi aku. Masalahnya, ada kelas doi di depan kelasku. Canda doi.
3 Komentar
Tbtb ilmunya menghilang
BalasHapusHuwaa untung doi enggak liat ya kak🤣
BalasHapusEmang enggak pernah dilihat sama doi. Bertepuk sebelah tangan. ðŸ˜
Hapus